Friday 13 January 2012

Sebuah cerita

Bagian V

Rembulan

Aku telah cukup lama menanti. Dan kini,kedekatanku dengan Khafiya jauh lebih baik daripada saat-saat pertama bertemu. Bersama dengannya,aku melukis langit dengan jari-jari tangannya yang lembut. Dan ketika malam tiba,aku menatap langit yang gelap gulita. Sang-Rembulan seakan sedang tidak ingin menatapku. 
Namun itu cukup untuk membuatku membuka kembali ingatanku di waktu lampau.

Aku teringat tentang pertemuan pertamaku dengan Wulan,sebuah oasis kecil di tengah padang pasir yang luas itu. Waktu itu aku masih terlalu muda untuk memahami arti cinta. Yang kurasakan hanya canda dan tawa di setiap waktunya. Walaupun terkadang ia menggangguku,tapi tetap saja semua akan kembali seperti sedia kala.

Lalu aku teringat tentang pertemuanku dengan Sang-Lautan,Rana. Entahlah… Aku tidak merasakan apa-apa ketika mengingat itu. Karena yang kutahu,sifat yang ia miliki seperti dirinya apa adanya. Ia membawaku dengan lembut ketika bulan purnama memancarkan kecantikannya. Namun ia mencampakkanku ketika bulan gelap. Seperti itulah yang ia miliki. Pasang surut mengikuti keadaan yang ia miliki dan yang sedang ia alami. Setidaknya itu memberikan peringatan bagiku untuk waktu yang sedang merajut kejadian-kejadian yang akan aku alami.

Dan tanpa kusadari,sebuah awan putih melintas di atas pandanganku. Memang bukan Lina,tetapi itu cukup untuk membuatku memutar kembali rekaman yang dahulu.

Ya…Dirinya seperti awan itu. Ia lembut,cantik dan menawan serta meneduhkan para pengembara. Namun harus kuakui,segala sesuatunya hampir tidak pasti. Disaat cahaya menerpa tubuhnya,ia akan tidak terlihat. Dan disaat cahaya yang ada berada pada kondisi yang ideal,ia akan terlihat indah. Tapi apakah harus seperti itu? Sudahlah,aku hanya bisa menertawakan masa lalu.

Ternyata aku terlalu terbawa suasana saat itu hingga aku tidak menyadari bahwa Sang-Ruby hijau itu telah berada di sampingku. Harus ku akui,ia jauh lebih matang dalam berfikir daripada diriku. Namun tetap saja,terkadang ia keras kepala walaupun aku terkadang jauh lebih keras kepala daripada dirinya.

Aku pikir aku saat ini sedang berkhayal. Tapi ternyata tidak.

Dan aku sedang berada pada waktu dimana Sang-Rembulan mulai tergelincir menuju peraduannya. Sejenak,aku memejamkan mataku untuk merasakan manisnya udara malam hari dan harumnya wewangian yang ia pakai dari tubuh-tubuh bunga yang menebarkan pesonanya bagi para makhluk nocturnal. Sebuah kecantikan yang tersembunyi dibalik selimut malam.

Dan disaat aku membuka mataku,semburat cahaya kehijauan berjalan melintas di hadapanku dengan jelasnya. Dan aku berfikir bahwa itu adalah Aurora. Begitu indah…

Hampir saja aku terlambat menyadari bahwa Sang-Ruby tengah memudar...
(28 Mei 2011)

Sebuah cerita

Bagian IV
Ruby
Keesokan harinya,aku mendapatkan sebuah balasan surat. Bukan dari Wulan… Dengan perlahan aku membuka surat itu dan ternyata itu berasal dari Ruby hijau itu! Dengan perlahan aku membuka surat itu dan mulai membaca isinya. Ia menulis “Maaf ya,aku baru bisa membalas suratmu sekarang. Aku sudah mendengar tentangmu dari kakak ku,oasis itu. Perkenalkan,namaku Khafiya”. Aku hanya terdiam melihat balasannya yang teramat sangat singkat. Dan seingatku,aku mengirimkan surat kepadanya adalah dua tahun yang lalu.
Aku pun mulai mencari informasi mengenai tempat Ruby itu berdiam diri. Ternyata ia tinggal di sebuah pegunungan dimana ia berdiam di puncak gunung yang terindah. Aku pun mulai mencari dan akhirnya kutemukan sudah pegunungan yang dimaksudkan. Dari kejauhan saja,aku sudah dapat merasakan pancaran kecantikannya yang tergambar jelas di gunung tersebut. Sebuah pelangi yang seakan melompati gunung itu dan juga deru air terjun yang memanjakan telingaku. Aku pun terus menuju puncaknya yang dingin…
Setiap kali aku bertanya kepada para warga yang berada di sekitar gunung itu,mereka selalu mengatakan,”Dia wanita yang cantik serta baik budi pekertinya. Seorang wanita yang penuh dengan kreatifitas yang tinggi serta amatlah dalam lautan ilmunya. Dia ibarat kata seorang wanita yang hanya ada tiap seribu tahun sekali di dunia yang fana ini”.
Aku hampir sampai ketika senja semakin menutup mataku. Dan,aku hanya dapat melihat dirinya dari kejauhan saja.. Aku tak dapat mendekatinya sedikitpun. Setiap kali aku berusaha tuk mendekat,ia menjauhiku. Namun ia tetap berbicara denganku walaupun aku sendiri tak dapat melihat wajahnya langsung.
Namun dari sinilah,aku mulai merasakan sesuatu yang membuat semangatku kembali lagi. Sesuatu yang mungkin telah lama hilang ternyata berada disini. Aku merasakan sebuah keterikatan dengan dirinya walaupun tidak sama seperti yang kurasakan dengan orang-orang yang kutemui sebelumnya. Bahasa kesunyianlah yang selalu menyatukan diri kami berdua.
Lalu,kukirimkan surat untuk oasis itu “Aku sepertinya akan tinggal lama sekali di tempat ini. Terima kasih banyak ya,aku pasti akan menjengukmu lagi”.
Dan dari dirinya aku belajar bahwa jika cinta datang tidak pada waktunya,maka engkau tidak akan hidup. Karena cinta yang hadir tidak pernah tercipta untuk menyakiti siapapun. Dan sebuah persahabatan lebih indah dari sebuah kisah cinta.
(19 September 2010)

Sebuah cerita

Bagian III
Awan
Telah hampir satu bulan lamanya aku berjalan di dataran tandus ini untuk menuju sebuah kota yang tertera dalam peta milikku. Sebuah kota yang pernah menjadi pusat penjajahan dalam sejarah kelam negara ini. Sebuah kota yang bernama “AVIA”

Aku mencari sebuah penginapan biasa saja yang tidak terlalu mewah dan berdiam di kota itu selama mungkin hingga aku merasa sanggup tuk melanjutkan perjalananku kembali. Aku merasa senang,merasa terhibur. Namun,mengapa hanya hampa yang dapat kurasakan dengan jelas? Aku harap agar aku bisa kembali seperti sedia kala dalam waktu dekat..

Aku menuliskan banyak surat untuk sang oasis yang telah menjadi penyelamatku dan juga saudaraku. Semuanya aku tulis dengan gembira dan dengan hati yang berdegup. Dan selama di kota ini,aku tidak pernah tidak mengirim walau hanya sebuah surat kepada osis tersebut.

Telah satu minggu aku berada di kota ini. Namun aku masih seperti mayat hidup yang terus menerus membesar dalam kebohongan.

Aku berjalan di taman kota dan kudengar percakapan dua orang wanita muda yang saling memuji. Aku kira mereka saling memuji satu sama lainnya,namun ternyata mereka membicarakan sesuatu. Mereka membicarakan tentang kedatangan sebuah awan dari Utara. Sebuah tempat dimana kebijaksanaan,kesetiaan dan kecantikan berasal. Dan dari yang aku dengar,ia akan tiba di kota ini esok pagi. Aku menjadi tak sabar dengan datangnya hari esok.

Keesokan harinya,aku melihat ia datang dengan para masyarakat berhamburan untuk melihat dirinya. Sebuah sosok yang amat cantik melewati keramaian itu. Wajahnya yang putih bersih serta senyumannya yang menyejukkan dan teduh membuat aku sedikit tidak percaya bahwa ada wanita yang begitu sempurnanya bentuk fisik yang ia miliki. Dari kejauhan,aku sedikit mengaguminya,namun tiba-tiba aku seperti membeku. Aku merasakan bahwa ia melihat langsung kepada diriku. Awalnya aku melihat ke sampingku,mungkin saja ia melihat kepada orang yang berada di sekitarku. Namun prasangka itu salah. Ia justru menghampiriku dan mengajakku jalan menuju sebuah tempat yang ia bilang bahwa ini adalah tempat favoritnya di kota ini.

Dua bulanlah sudah aku bersama dirinya di kota ini. Dari berbagai pembicaraan antara kami berdua,aku mengetahui bahwa ia bernama Lina. Dan ketika bersama dia, aku pernah dikejutkan oleh sikap dia yang tidak normal pada suatu hari. Dan di penghujung hari itu, ternyata dia datang kepadaku dalam keadaan paling cantik yang belum pernah aku lihat pada dirinya sebelum ini. Ia mempersiapkan kejutan ini untuk memperingati hari lahirku. Mungkin aku adalah lelaki beruntung saat itu. Namun, entah mengapa, pertemuanku dengan Lina kali ini terasa tidak sama seperti pertemuanku dengan Rana maupun Wulan. Aku merasa ini tidak seharusnya terjadi… Ya, lebih tepatnya, aku cemburu. Aku pun mengatakan kepadanya bahwa aku akan melanjutkan perjalananku esok hari,dan dia hanya mengangguk saja sambil berlalu..

(19 September 2010)

Sebuah cerita

Bagian II
Lautan
Aku bergerak mengikuti matahari. Dan sekumpulan awan di langit seakan mengiringi kemana langkahku pergi. Matahari menjadi penunjuk jalan bagiku dan sang Rembulan melindungiku dari segala bentuk kejahatan yang terselimuti kelam. Membuatku dapat beristirahat dengan pulas dan bermimpi tentang dirinya.

Tatkala fajar merekah,aku merasakan sesuatu yang terasa asing di hidungku. Sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.. seperti aroma garam. Aku akui bahwa aroma ini menarik perhatianku walaupun aku sebenarnya lebih menyukai aroma yang ditampilkan oleh saudaraku itu.

Aku mengikuti bau yang terasa di hidungku ini. Semakin jauh ku melangkah,aku lebih sering menemukan pohon-pohon palem dan juga kelapa di sekitar jalan. Lalu pasir putih menghiasi jalurku dan disertai deburan ombak lembut yang bergulung. Aku menemukan laut ! Ini adalah kali pertama aku melihat sebuah lautan biru yang segar dan cerah ceria. Dia menyambutku dengan senyuman khas daerah tropis. Dengan lesung pipinya yang merona merah entah karena sinar mentari atau mungkin karena sikapnya yang pemalu. Ia menemaniku dan membawakan segala yang ia miliki untuk diriku. Dan aku mulai merasa bersalah.

Aku pun berbincang-bincang dengan dirinya. Sebagai sebuah lautan,ia sangatlah dalam ilmunya,bahkan melebihi diriku. Aku bertanya kepadanya “Jikalau aku boleh tahu,siapakah namamu hai lautan?”. Ia pun menjawab dengan lembut,”Kau bisa memanggilku Rana”.

Aku terkejut dengan keadaan yang berubah begitu cepat. Baru saja dua minggu berlalu,ia tiba-tiba marah kepadaku. Aku tidak tahu apa penyebabnya,sama sekali tidak tahu. Ia hanya mengucapkan kata “Kamu harus memahami dirimu sebelum memahami diriku”. Dan jujur saja,aku tak mengerti. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi hingga akhirnya aku memilih untuk menjauh dari dirinya dahulu. Aku tahu bahwa amarahnya adalah tanda bahwa ia menyayangiku. Namun aku hanya tak mampu tuk mengerti maksud dari perkataannya. Ia hanya membisu tatkala aku menanyakan maksud dari kalimat itu.

Aku menemukan sebuah gua “kesendirian” yang tak terlalu jauh dari tempat sang lautan itu. Aku lama merenung dan berpikir tentang kesalahanku terhadapnya.

Telah dua minggu aku dalam kesendirianku,namun tetap saja aku tak menemukan yang kucari. Jawaban yang layaknya misteri terbaik dunia ini.

Tak lama setelah itu,aku berusaha kembali menuju lautan itu dengan maksud untuk pergi kembali meneruskan perjalananku. Sesampainya disana,ia memelukku dengan pelukan yang sangat erat dan berbisik “maafkan aku…Nara…” Perasaanku semakin bercampur aduk tak jelas aturan yang mengaturnya. Setelah dibumbui dengan “kebuntuan” dan diberikan penghias sebuah keputusan tuk pergi,kali ini dia menaburkan bumbu “harapan" kepadaku. Namun perasaan senang telah melunturkan ingatan burukku tentangnya di waktu kemarin.

Aku kembali bersama dengannya. Menghabiskan hari-hariku bersama dengannya. Setiap senyumnya,setiap tawa kecilnya yang renyah dan wajah ayu nya yang segar setiap hari membuatku benar-benar telah melupakan yang terlah terjadi sebelumnya. Namun itu semua tidak bertahan lama.. Entah mengapa,ia seakan menyembunyikan sesuatu dariku selama ini. Awalnya aku tidak terlalu mementingkan firasat ini. Namun lama kelamaan,aku semakin gelisah. Aku tidak ingin menyakitinya dengan menanyakan tentang firasatku ini kepadanya. Dan aku pun memilih untuk kembali melanjutkan perjalananku,karena aku rasa aku telah membuang waktu begitu banyak tanpa tujuan yang jelas. Dan saat hujan sedang menerpa diantara diriku dan dirinya,aku mengucapkan kata perpisahan kepadanya dan mulai melangkah pergi tanpa menatap wajahnya lagi. Aku takut keputusanku ini berubah karena melihat wajahnya itu. Dan aku pun mengabaikan setiap panggilan dari dirinya,walaupun aku sendiri tidak mau ini terjadi...

Dan dari jauh, kulihat ia menangis...

(19 September 2010)

Thursday 12 January 2012

Sebuah cerita

Bagian I
Oase
Aku telah mengembara sepanjang nafas mengantarkanku. Separuh nafas dan ragaku pun kian letih hingga burung gagak pun telah mulai menatapku dengan tatapan kebisuan yang amat dalam.
Lalu mataku menerawang ambang penglihatanku yang melemah. Seluas padang pasir yang menyelimutiku di tengah dahaga yang mencekikku. Aku tatap lemah kebanggaan dari sebuah bayangan matahari, dan aku melihatnya! Sebuah oasis yang penuh dengan kesejukan,keindahan dan ketenangan yang ia ciptakan. Namun aku enggan tuk mendekat. Aku takut mataku menipu diriku lagi seperti yang terjadi di masa lalu.

Aku masih terdiam disini. Di tengah selimut pasir yang menghisap ragaku. Dan aku masih ditemani gagak hitam yang menatapku,layu.

Malam mulai menghampiriku dengan jubah hitamnya yang menyejukkan. Aku terdiam mengumpulkan segenap tenagaku,menyambut hari esok sebagai penentuan terakhir.

Sang Fajar mulai menyingkap jubah sang Rembulan. Dan entah mengapa,seiring dengan tersingkapnya jubah sang Rembulan itu,sesuatu tampak ingin ditunjukkan oleh sang Fajar kepadaku,sesuatu yang begitu berharga.
Suara-suara binatang gurun pun terdengar semakin jelasnya. Dan oasis itu masih disitu! Penuh dengan segala isinya seperti yang kulihat di kala itu.

Aku mulai menghampirinya. Berpacu dengan waktu sebelum gurun menjadi tempat peristirahatan terakhirku. Dengan langkah gontai,aku mendekat dan melihat dia tersenyum lembut kepadaku,seakan aku adalah salah seorang anggota keluarganya yang telah lama tidak berjumpa. Dan aku menatapnya dengan tatapan manja,layaknya seorang anak kecil yang telah lama berpisah dari ibunya.

Aku cukup terkejut dengan perlakuan yang ia berikan. Ia memberikanku segalanya yang aku butuhkan agar aku dapat berbicara kembali layaknya sediakala. Lalu ia mulai bertanya “Bolehkah aku tahu,siapa kamu dan darimana asalmu?”. Aku, dengan suara yang mulai terkumpul kembali menjawab,”Aku Nara dan aku berasal dari sebuah ibukota di sebuah negara yang seharusnya besar dan maju..”. Lalu ia bertanya,”Mengapa engkau lebih memilih berada di padang pasir ganas ini daripada kehidupanmu di kota tersebut?”. Aku sedikit terdiam,lalu aku memulai “Aku hanyalah potongan kecil dari sebuah puzzle besar yang disusun dengan penuh kebohongan dan kebencian. Karena dengan ukuranku inilah,aku justru dibuang… Aku hanya ingin merubah apa yang telah ada. Aku ingin menghapus semua kebohongan yang terjadi di muka bumi ini sekalipun harus mengorbankan nyawa,namun apa dayaku,aku hanyalah serpihan kecil dari debu kenistaan yang semakin merebak.”. Lalu ia dengan suara lembutnya berkata “Aku akan berusaha terus mendampingimu karena mungkin hanya ini yang dapat kulakukan untukmu..”

Aku membasuh wajahku dan membersihkan ragaku. Lalu aku membersihkan batinku dengan air yang telah ia sediakan untuk mensucikan diriku dari kotoran-kotoran dunia yang merana ini. Aku terharu dengan semua yang telah ia lakukan terhadapku,dan aku teringat sesuatu. Aku belum menanyakan tentang dirinya.

Aku menghampirinya lebih dekat lagi disaat aku melihat wajahnya semakin cantik dengan pencitraan cahaya yang indah dari sang Mentari. Aku menegurnya dan berkata “Hey,aku belum mengetahui apapun tentangmu. Bolehkah aku mengetahui namamu?”. Dengan tersipu malu ia menjawab “Kau dapat memanggilku Wulan”. Sebuah nama yang cukup asing di tempat seperti ini,namun aku tetap saja masih tersirat sebuah rasa heran. Aku baru mengenalnya,namun ia telah membuatku seakan kehidupan lampau telah mempertemukan kami dalam suatu kehidupan.

Diakhir pembicaraan,ia mengatakan “engkau bisa mengenal salah seorang saudaraku. Ia adalah sesuatu yang langka di Bumi yang fana ini. Carilah tentang Ruby hijau yang cantik jelita.”

Setelah aku kembali menggapai nafasku dan sayapku pun telah pulih kembali,aku berniat melanjutkan perjalananku kembali. Tanpa maksud untuk melukai hatinya,aku pun berkata “Hai saudaraku,aku ingin menyampaikan sesuatu terhadapmu.. Bolehkah?”. Aku dapat menangkap sebuah rasa sedikit cemas dan takut yang ia rasakan terhadap kalimatku tadi. Lalu ia berkata dengan lemahnya “Um,apakah yang ingin engkau katakan wahai saudaraku?”. Dengan sedikit rasa takut ini akan melukai hatinya,aku pun mulai melanjutkan “Sebenarnya,aku ingin meminta izin kepadamu agar aku diperbolehkan untuk melanjutkan perjalananku kembali. Aku rasa, aku masih belum menemukan apa yang menjadi tujuanku. Maukah kau mengizinkan aku tuk pergi?”. Ia tertunduk lama sekali dalam reaksinya yang begitu spontan. Lalu dengan anggukan lemah,ia berkata “Baiklah”. Terbersit sebuah rasa bersalah dalam diriku terhadap keinginan bodohku ini,lalu aku berusaha menghiburnya dengan berkata “Aku akan kembali lagi padamu suatu saat nanti. Dan aku akan membawakan semua cerita tentang dunia dalam perjalananku”. Dan sebuah senyum cerah mengembang dari wajahnya yang bersih. Lalu ia berkata “Aku telah menganggapmu bagaikan saudara kandungku yang telah lama hilang. Maka aku akan mengingatmu selama engkaupun mengingatku. Dan selama itu pula,aku akan menunggumu pulang..”.

Aku mengucapkan salam perpisahan sebelum pergi kepadanya,dan dia tersenyum manis. Aku mulai beranjak pergi dengan seluruh perbekalan yang telah ia sediakan untukku. Semakin lama,aku tak lagi mampu melihat keberadaan dirinya di belakangku. Dan aku mulai merindukannya…
(19 September 2010)
Oke, cerita seputar KKN di Cibaliung kita lanjutkan lagi yak

Hari ke empat (Senin)

Seperti biasa lah kondisinya, bangun subuh buat shalat, terus pada tidur lagi, bangun jam 8an buat makan terus langsung ke BC buat briefing sama Kak Lana. (Ini menjadi rutinitas di pagi hari selama KKN -__-)

Setelah itu, semua kelompok langsung sibuk mempersiapkan apa-apa saja yang akan dibawakan untuk presentasi nanti di depan para warganya. Nah, berhubung kelompok The Batokz udah bingung mau ngapain lagi,  kami jadi bikin arang lagi dan iseng buat bikin briket secara ala kadarnya saja,hahaha. Dan maklum karena ala kadarnya saja, ternyata kami gagal -___-

Tapi selama hari ini, akhirnya saya kesampean juga buat nyuci baju ,hehehe.

Mau tau nyuci bajunya dimana?? Di sumber mata air yang sudah dibuat semacam kolam penampungan sama warga sekitar. Beuuuh,, nikmat dah dan juga ternyata tempat disitu biasa dipakai buat mandi juga -___- (banyak nyamuknya....) Tapi karena tempatnya juga terlihat aman-aman saja, gue juga jadi mandi disitu,hehe. Sepi banget tempat mata airnya itu soalnya cukup jauh dari rumah warga. Walhasil, sempat merinding juga gara2 angin sepoi-sepoi lewat -___-

Next, hari ini pokoknya kerjaannya cuma nyiapin tempat buat presentasi sama warga dan ada bersih-bersih masjid di dekat situ juga. Mantep lah suasanannya :D

Oiya, ini juga hari pertama gue main sama anak laki-laki kecil pemilik rumah itu (tempat nginepnya mahasiswi). Nama anak kecil itu Yudha, tapi pas pertama kali ketemu itu gue benar-benar dicuekin parah sama anak kecil itu.. Dan itu adalah hari ini -____-

Nah, lagi iseng-iseng main sama Yudha, gue teringat sama sebuah artikel kalau anak kecil itu mudah direbut perhatiannya kalau dicium pipinya. Oke, gue coba hari itu kalau tidak salah sampai lima kali gara-gara gemes juga sih -__- abisnya tembem banget terus pas senyum si Yudha lucu banget -____-

Yap, pokoknya hari itu Yudha udah mulai merhatiin gue walaupun masih belum mau digendong sama gue. Gapapa lah, yang penting udah diperhatiin,hehe

Hari ini sangat cerah tanpa ada tanda-tanda mau hujan sedikit pun sehingga warga yang datang untuk memperhatikan presentasi dari kami pun sangat banyak. Tetapi, kelompok The Batokz belum beraksi hari ini,hehe

Oya, pas siangnya dari jam 1 sampai jam 4 sore, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang tidak presentasi kelompoknya, ikut membantu mengajar di sebuah madrasah yang dibangun oleh warga untuk anak-anak sekitar yang tidak mampu sekolah serta yang putus sekolah. Disini memang ala kadarnya saja ya, tapi materi pelajarannya... wiiiiih!! Ada ilmu Hadist, usul fiqh, bahasa arab dan semuanya itu tentang agama! Mantap! gue aja kalau disuruh ngajarin itu kagak ngerti dah -__-

Nah, gue milih ngajar yang kelas 1. Anak-anaknya lucu-lucu. Tapi karena kebanyakan juga muridnya, dibagi dua lah antara gue sama Kak Mulkhi dan Kak Basic. Tapi lucu banget deh anak-anaknya...

Malam pun tiba dan ga ada kejadian yang menarik atau gimana-gimana pas malam, tapi gue ketinggalan nonton Pirates of The Carribean yang paling baru -__- yasudahlah...

Hari ke lima (selasa)

Menghadapi rutinitas yang hampir sama. Yaitu bangun tidur jam setengah 5 buat shalat subuh terus tidur lagi dan bangun jam stengah 8 buat sarapan terus briefing. Yaaa,, tapi hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu yaitu... presentasi kelompok The Batokz, hahahaha

Tapi pagi-paginya cuaca sebenarnya cukup cerah ya, jadi kami bersih-bersih sekitar tempat kami menginap dulu.

Ibarat kata operasi semut, tapi justru semutnya satu kampung, hahaha. Kami memunguti sampah di tiap rute yg telah ditentukan (Saya, Kak Lana, Kak Uchi dan Kak Riri kebagian ke arah sungai kecil di belakang BC). Jadilah kami menyusuri sungai kecil di belakang BC yg ternyata airnya jerniiiiiih banget. Tapi di pinggir sungainya banyak sampah, yoweslah kita pungutin.

Oke, selesai operasi semut satu kampung (hehe) kita istirahat, shalat, makan sama mandi pas udah siang2nya tuh. Pas jam 1, yang kebagian jatah ngajar pun turun ke madrasah dan karna hari ini kelompok The Batokz presentasi, kami tidak ada yang turun mengajar di bawah. Nah, selagi ada tenggang waktu dari jam 1- jam 4 untuk presentasi, kami mencoba membuat briket batok kelapa. Namun, setelah 3 jam bereksperimen ria hingga badan hitam-hitam dengan jelaga, akhirnya....GAGAL.

Wes lah, ngasih liat arang Batokz saja,hehe

Eh... Dibalik keceriaan dari awal, ternyata pas jam setengah 3 itu mulai gerimis dan akhirnya hujan lumayan deras sehingga.... Saat kelompok kami presentasi, benar-benar sepi... Hanya ada 10 orang bapak-bapak doang yang datang... Miris dan sedih gimana gitu... Tapi yasudahlah, mungkin memang ini yg terbaik dan kami pun berusaha menampilkan yang terbaik.

Hari itu ditutup dengan keadaan setelah maghrib yg ternyata kondusif dan banyak sekali warga yg datang untuk melihat presentasi dari kelompok kompos... Miris, tapi yasudahlah...

Oiya, gue mencoba menghibur diri dengan maen bareng Yudha ^^

Hari ke enam (Rabu)

Adalah hari yang baru lagi namun dengan rutinitas kayak biasa. Bangun, shalat subuh, tidur lagi, bangun, rebutan makanan, briefing, operasi semut lagi dan akhirnya briefing-briefing lagi.

Namun, karna hari ini lebih plong dan lengang, ya kami juga tidak melakukan banyak hal selain siap2 buat presentasi nanti sore, ngajar pas jam 1 dan juga mempersiapkan taman bacaan di kantor kepala desa itu :)

Well, hari ini palingan gue seneng bgt bisa ngajar lagi dan Yudha nempel bgt sama gue sampai-sampai tidur sewaktu gue gendong dan mau gue temenin tidur di kamarnya, ^^

Hari ke tujuh (Kamis)

Ini hari penentuan karna akhirnya dapat kepastian kalau pulang dipercepat jadi jum'at dan diperburuk dengan kehadiran Ba'al di penghujung hari itu...

Yaaa, tapi pas pagi sampai siangnya benar-benar have fun bgt pas peresmian taman bacaan dan juga nama gue akhirnya disebut juga Teungku nya sama orang lain (Kak Witri yang nyebut gue begitu :D ) Seneeeng banget.

Dan, agak sedih juga pas sadar bahwa kami akhirnya berpisah juga... Pengen banget nangis, tapi bukan hari ini...

Hari ke delapan (Jum'at)

Pagi-paginya kami siap-siap dan tak disangka, warga raaaamaaaaai sekali pada mengantarkan kepulangan kami...

Ada semacam dangdutan dulu sih dan juga kata-kata perpisahan gitu baik dari kami maupun dari warganya, dan alhamdulillah, gue mendapat kehormatan sebagai perwakilan dari mahasiswa untuk memberikan kata perpisahan (penutup) buat seluruh rangkaian kegiatan KKN kami di Desa cibaliung dan juga untuk para warga sekitar. Pengen nangis pas lagi ngomong di depan, namun apa daya, malu sama brewok juga akhirnya -______-

Dan.... Kak Muhammad alfarobi nangis pas anak dari Ibu Hasnah (Ibu baik hati yang mempersilahkan kami semua :khusus mahasiswa laki-laki untuk tinggal di rumahnya dan juga keluarganya yang benar-benar sabar menghadapi kami yang suka berisik di rumahnya ampe tengah malem -___-) menangis gara-gara kami mau pulang dan anak itu bilang "Aku mau nonton lagi sama kakak... Aku mau main sama kakak..." Suasana saat itu benar-benar tak terlukiskan... Sedih karna kami harus pulang dan juga bahagia karna akhirnya pulang (nah loh??) Tapi, gue masih menyimpan keinginan untuk pulang lagi kesana, Desa Cibaliung...

The time tht we've spent together, will stay forever on my minds...

Tuesday 10 January 2012

Diriku dan dirimu (1)

Aku adalah pengembara berselimutkan malam yang kelam...
Setiap langkah yang kubuat adalah kenyataan yang terjaga...
Dan dalam mimpi yang kualami adalah jalan keluarnya...
Entah cahaya apa kah itu di ujung sana, aku tak tahu...

Karena kali ini, adalah waktumu
Semua tentang dirimu
Perlahan namun pasti datang
Seperti kabut dingin dibalik pelukan rembulan
Teduh
Nyaman
Dan melelapkan petualanganku

Kamu...
Kita bertemu dalam sebuah amanah
Siapa kamu?
Siapa aku?
Itulah permulaannya
Dengan senyum dan tekad yang sama
Perlahan kita membangun dunia kita
Dunia dengan segala keterbatasannya

Kamu...
Aku hanya mengagumimu
Kebijaksanaanmu
Sifat keibuanmu
Tutur katamu
Kesabaranmu dalam menghadapiku
Kepatuhanmu dalam mendampingiku
Nasihatmu dalam setiap kekhilafanku
Entahlah, aku luluh dalam satu melodi
Melodi yang tak terdefinisikan
Mungkinkah itu?
Aku kali ini hanya ingin diam
Tak ada lagi kesalahan yang kedua kalinya
Karena aku yakin dengan janji Tuhanku
Tentang sebuah teori kepantasan
Bahwa wanita baik untuk lelaki yang baik
Dan aku pun ingin menjadi lelaki yang baik
Bukan untukmu
Karna bagiku, kamu adalah hadiah dari-Nya
Semoga jalanku dan jalanmu selalu terjaga dan dijaga-Nya

aamiin