Friday 27 April 2012

Kecewa itu tanda cinta

“Orang-orang partai politik itu mudah kecewa. Begitu keinginannya
tidak terpenuhi, lalu keluar dari partainya dan membuat partai baru”,
kata seorang teman kuliah di Lemhannas berapi-api. Aku hanya
mengatakan, “Tergantung partainya, dan tergantung orangnya”. Dia terus
saja mengomel tentang jeleknya orang-orang parpol, dan jawabanku pun
tetap sama.


Ini soal perasaan kecewa. Sesungguhnyalah kecewa muncul
karena adanya harapan yang tidak kesampaian. Ada harapan yang ditanam,
dan ternyata tidak didapatkan dalam kenyataan. Inilah yang menyebabkan
muncul kekecewaan. Jarak yang terbentang antara harapan dengan
kenyataan itulah ukuran besarnya kekecewaan. Semakin lebar jarak yang
terbentang, semakin besar pula kekecewaan. Oleh karena itu, kecewa itu
ada di mana-mana, di lingkungan apa saja, di dunia mana saja, selalu
ada kecewa.


Mari kita mulai dari yang paling kecil dan sederhana.
Kadang kita kecewa dengan diri kita sendiri. “Mengapa saya tidak
begini, mengapa saya tidak begitu”, adalah contoh kekecewaan yang kita
alamatkan kepada keputusan kita sendiri yang telah terjadi. Kita
menyesal di kemudian hari.


Dalam kehidupan rumah tangga yang isinya hanya dua
orang saja, yaitu suami dan isteri, bisa muncul kekecewaan. Suami
kecewa kepada isteri, dan isteri kecewa kepada suami. Hidup berdua saja
bisa menimbulkan kecewa, apalagi kehidupan organisasi atau negara. Jika
di dalam rumah tangga mulai ada anak-anak, kekecewaan bisa bertambah
luas. Anak kecewa dengan sikap orang tuanya, dan orang tua kecewa
dengan kelakuan anaknya. Satu anak dengan anak lainnya juga bisa saling
kecewa mengecewakan.


Satu keluarga bisa kecewa atas perbuatan keluarga
lainnya dalam sebuah lingkungan tempat tinggal. Satu desa bisa kecewa
dengan desa lainnya dalam satu kecamatan. Indonesia sangat kecewa
dengan sikap Amerika yang arogan, kecewa dengan sikap Israel yang
merampas hak warga sipil Palestina secara semena-mena. Sebagaimana
Amerika kecewa dengan Indonesia karena kurang akomodatif dengan
kebijakan Amerika. Israel kecewa dengan Indonesia karena tidak mau
membuka hubungan diplomatik dengan Israel.


Jamaah sebuah masjid bisa kecewa dengan sikap imam
masjid, sebagaimana imam masjid bisa kecewa dengan kondisi jamaah.
Masyarakat gereja bisa kecewa terhadap pendeta sebagaimana pendeta bisa
kecewa terhadap keadaan jemaatnya. Suporter sepak bola sering kecewa
terhadap tim yang dibelanya, sebagaimana pemain sepak bola sering
kecewa kepada sikap para suporter.


TNI bisa kecewa terhadap kebijakan dan sikap Polri
sebagaimana Polri bisa kecewa terhadap TNI. Angkatan Darat bisa kecewa
terhadap Angkatan Laut dan Udara, sebagaimana Angkatan Laut bisa kecewa
terhadap Angkatan Darat dan Udara, atau Angkatan Udara kecewa terhadap
Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Di Angkatan Darat, seorang komandan
bisa kecewa terhadap anak buahnya, sebagaimana anak buah bisa kecewa
kepada komandannya.


Sepanjang sejarah kemanusiaan paska masa kenabian,
tidak ada satupun organisasi yang tidak pernah mengecewakan anggotanya.
Semua organisasi, semua gerakan, semua harakah pernah mengecewakan
anggotanya. Selalu ada anggota organisasi atau anggota gerakan yang
kecewa dan terluka. Selalu.


Ini bukan soal benar atau salahnya kondisi tersebut.
Ini hanya potret sesungguhnya, begitulah kenyataan yang ada. Cobalah
sebut satu saja contoh organisasi, ormas, gerakan dakwah, instansi,
atau apapun. Pasti ada riwayat pernah ada anggota atau pengurus yang
kecewa. Kalau tidak ada yang pernah dikecewakan, berarti organisasi
tersebut belum pernah beraktiviktas nyata.


Bahkan organisasi yang dibuat dari kumpulan orang
kecewa, pasti pernah mengecewakan anggotanya pula. Misalnya sekelompok
orang kecewa dengan kebijakan organisasi A, lalu mereka menyingkir dan
berkumpul. Mereka bersepakat, “Kita berkumpul di sini karena
dikecewakan para pemimpin kita. Sekarang kita himpun potensi kita, dan
kita berjanji untuk tidak saling mengcewakan lagi. Jangan ada yang
dikecewakan disini”. Tatkala mereka sudah eksis sebagai organisasi,
maka pasti ada yang kecewa di antara mereka.


Mereka tidak tahu, bahwa kecewa itu tanda cinta. Kalau
tidak cinta, tidak mungkin kecewa. Karena cinta, maka muncullah
berbagai harapan kita. Setelah harapan tertanam, ternyata apa yang kita
lihat dan kita alami tidak seperti yang diharapkan. Maka muncullah
kecewa.


Mengapa beberapa orang parpol yang kecewa lalu membuat
parpol baru lagi ? Karena boleh menurut Undang-undang. Coba kalau
Undang-undang membolehkan membuat TNI baru, atau Polri baru, atau
Mahkamah Agung baru, atau DPR baru, pasti sudah banyak orang membuat
dari dulu. Banyak orang kecewa dengan TNI, banyak orang kecewa dengan
Polri, banyak orang kecewa dengan Mahkamah Agung, banyak orang kecewa
dengan DPR, banyak orang kecewa dengan Presiden dan Wakil Presiden,
banyak orang kecewa dengan Menteri, banyak orang kecewa dengan
Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa, Ketua RW atau Ketua RT.


Jadi, kecewa itu ada dimana-mana, karena cinta ada
dimana-mana, karena harapan ada dimana-mana. Namun muncul pertanyaan,
pantaskah kita tidak berani memiliki harapan karena takut dikecewakan ?
Jawabannya jelas, tidak pantas !


Karena harapan itulah yang membuat kita bersemangat,
karena harapan itulah yang membuat kita bekerja, karena harapan itulah
yang membuat kita selalu berusaha melakukan dan memberikan yang
terbaik, bahkan karena harapan itu pula yang membuat kita ada. Jangan
takut memiliki harapan masuk surga. Jangan takut memiliki harapan
Indonesia yang makmur dan sejahtera. Jangan takut memiliki harapan
Indonesia menjadi negara paling adil dan paling maju di seluruh dunia.


So, teruslah memiliki dan memupuk harapan. Teruslah bekerja, teruslah berkarya, hingga akhir usia. Jangan takut kecewa.

Pancoran Barat 30 Nopember 2010 (Cahyadi-takariawan)

Diambil dari : FB LDK Al-Hurriyyah IPB

Monday 23 April 2012

Di setiap lorong waktu yang kita lewati
Adalah amanah yang membuat hidup lebih bernilai
Di setiap nafas kehidupan yang kita jalani
Adalah cinta yang membuatnya lebih bermakna

Di setiap keputusan yang kita ambil
Adalah tanggung jawab yang membuatnya lebih berkesan
Di setiap pembicaraan dari hati ke hati
Adalah kepercayaan yang membuatnya begitu indah

Dan ingin kurangkum semua itu dalam setiap tindakanku
Ingin ku ekspresikan semua itu dalam hari-hariku
Namun apa dayaku, semua itu hanya mimpi di siang bolong

Tentang amanah...
Ku sempat berfikir bahwa amanahku saat ini hanya untuk memastikan keadaan kalian di tempat kita berkumpul padu...
Namun ternyata, kenyataan ini mebawaku pada sebuah keyakinan bahwa aku benar-benar lemah...
Aku yang seharusnya menjaga kalian lebih jauh lagi dari apa yang selama ini kujalani

Seperti kisah khalifah Abu Bakar As-Shiddiq...
Ia menjalani lorong-lorong sempit di balik pekatnya malam
Ia mendengarkan pembicaraan dari setiap rumah-rumah kaumnya
Dan ia akan segera menolong kaumnya

Ia adalah pemimpin...
Ia menjaga seluruh bagian dari kaumnya...
Jiwanya, hartanya dan juga imannya...

Lalu bagaimana dengan aku?
Ternyata selama ini hanyalah sebuah permainan yang kubawakan
Hanya sandiwara semata yang dipertontonkan

Dan aku semakin lelah
Lelah karena bebanku ternyata tidak seperti yang kubayangkan
Baiklah, lupakan dan jalani saja

Friday 20 April 2012

Apa yang kupilih, semuanya sudah kupertimbangkan matang-matang sehingga, akan kuanggap sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan begitu, jalan yang kuciptakan di dalam ingatan dan dalam sebuah perencanaan yang matang akan menjadi sebuah jalan yang takkan terbantahkan. Seperti mempersiapkan bahan debat, kubuat serapih mungkin agar tidak ada yang dapat menjatuhkan tujuanku...

Namun, semuanya kini telah berubah...
Bukan tentang bebatuan dan hal lainnya. Namun ini tentang tanggung jawab moral sebagai seorang pemimpin bagi kaumku. Telah kurelakan tujuanku untuk mengambil tempat yang satu dibanding yang satu. Jika kuperturutkan egoku, akan kuambil pilihan awalku di tempat yang menjadi impian. Namun TIDAK! Aku tidak memilihnya... Aku memilih yang satu untuk menjaga harga diri kaumku...

Dan kini, semua telah berubah..
Tugas ku telah dikerdilkan. Kalian tidak akan tahu apa saja pertimbanganku. Hingga akhirnya, kukatakan kepada pendamping setiaku bahwa aku akan mempercepat kepergianku dari tempatmu karena aku telah tidak ada lagi tanggung jawab terhadap kalian. Tugasku telah digantikan oleh orang lain di tempat yang sama. Walau mungkin, mereka tidak memahami apa yang harus mereka lakukan seandainya menjadi aku.

Sosok aku terlalu kuat. Katakan bahwa seandainya aku benar-benar pergi, apakah aku bisa menjadi seseorang tanpa perasaan? Meninggalkan mereka, wajah-wajah yang pernah tersenyum ikhlas kepadaku...

Awalnya aku telah meneguhkan tujuanku untuk meninggalkan mereka, kaum yang telah berjuang bersamaku dari awal. Sekalipun jujur, duka yang didapatkan jauh lebih besar daripada suka yang ku terima, tetapi aku bahagia ketika aku terluka ketika memperjuangkan hak kalian... Itu adalah saat-saat yang paling membahagiakanku... Bahkan jauh lebih membahagiakan daripada ketika aku mendengarkan suara wanita yang kucintai disana.

Namun, pembicaraanku dengan salah seorang wanita teman dekatku telah mengubah pendirianku... Ia membuatku memikirkan kembali tujuan utamaku untuk pergi meninggalkan kalian... "Sebegitu teganya kah engkau meninggalkan mereka hanya demi kenyamanan yang semu?".

Kini, dilema menyelimutiku...
Pendamping setiaku belum memberikan tanggapan apapun atas pernyataanku untuk pergi dari sini... Dan itu membuatku cukup kesal, karena dia memang telah mengerti kelemahan utamaku...

Akan kupikirkan kembali tentang keputusanku..

Monday 16 April 2012

Aku yang terdiam
Kau yang tertawa
Yang lain tak melihat
Betapa bodohnya engkau

Aku yang tertekuk
Kau yang terangkat
Yang lain tak memperhatikan
Betapa hinanya engkau

Aku yang tertunduk
Kau yang terbang melayang
Yang lain tak memperdulikan
Betapa sendirinya engkau

Aku yang melihat ke bawah
Kau yang melihat ke atas
Sementara yang lain terjebak dalam dilema
Betapa sombongnya engkau

Aku yang menyelami dasar hati
Kau yang berputar-putar di atas kepala
Sementara yang lain sebagai objek
Betapa tidak pedulinya engkau

Aku yang bekerja
Kau yang memperhatikan
Sementara yang lain bergerak bersamaku
Betapa keparatnya engkau!

Wednesday 11 April 2012

Rindu syahdu

Ketika aku merindu
Seharusnya kujaga ia di dalam kalbu
Membentuk hati sadar-jaga
Mendekatkan diri pada Sang-Pencipta

Ketika batin ini semakin bergejolak
Memecah keheningan malam atas nama rindu yang membara
Ia meluap
Dan berubah menjadi gelombang syahdu akan cinta

Maka, getaran cinta mana lagi yang kamu ragukan?
Kata cinta bukanlah kata benda
Ia adalah ruh dari setiap gerakan pembebasan
Kesucian dari Ruh Kudus bagi alam semesta

Perenungan makna akan cinta takkan pernah usai
Ia adalah sebuah rasa tanpa benda
Terasa, namun tak terlihat
Adalah kekuatan yang menyelimuti seluruh dimensi kehidupan

Monday 9 April 2012

Untuk(mu)

Ketika kulihat senyuman di wajahmu
Walau hanya sekejap saja di dalam waktuku
Bagai goresan pena lukis pada kanvas
Berbekas dalam ingatan tak berbatas

Ketika kulihat senyuman di wajahmu
Aku bertanya di dalam hatiku
Adakah beban yang kau sembunyikan?
Agar dapat kuangkat ia ke atas pundakku

Untuk dirimu yang mendampingiku satu tahun ini...
Hanya ucapan syukur yang dapat kupanjatkan kepada-Nya
Hanya ucapan terima kasih yang dapat kuberikan kepadamu
Walau seringkali, aku hanya dapat memarahimu

Untuk dirimu yang mendampingiku satu tahun ini...
Dirimu telah menjadi anugrah terindah selama selang waktu ini
Adakah hal yang dapat kulakukan tanpa melibatkanmu?
Kesabaranmu telah mencairkanku


"Mungkinkah aku jatuh cinta lagi?
Aku tak bisa menjawabnya
Biarkan waktu yang menunjukkannya
Dan biarkan Allah yang menjawab kegelisahan hati ini...

Hati ini lelah...
Lelah untuk berbagi
Karena sebenarnya
Hatiku memang tidak dapat terbagi"