Thursday 21 June 2012

Dalam sebuah rumah Tuhan

Satu tahun telah berlalu...
Dibalik sajak malam yang pernah kutuliskan
Kini tak ada lagi kata yang dapat tertuang di dalam baris syair

Seorang penyair yang kehabisan kata-kata...
Mungkin itu adalah ekspresi yang tepat untuk menggambarkan keadaanku...
Ia hidup, namun hatinya mati...

Satu tahun telah berlalu...
Pasangan hati dalam setiap kata yang tercipta
Kini hilang di telan waktu...


Kini aku adalah seorang pengembara di balik keramaian tumbuhan
Di dalam perjalanannya yang dahulu hanya seorang diri
Kukatakan pada telaga di tengah kuil Dewa
Berikan aku seorang teman karena aku telah kehilangan segalanya...

Keheningan melanda di seluruh ruangan di dalam kuil tersebut...
Tidak ada perubahan...
Pun tidak ada suara di antaranya..
Bodoh... Aku memiliki Tuhan, tetapi lebih memilih Dewa...

Aku mencari rumah Tuhan di tengah rapatnya hutan tropis...
Kutemukan ia indah menjulang dengan menaranya yang berkilau...
Selaksa oase di tengah gurun...
Ku basuh wajahku dengan air suci...

Dan kulakukan prosesi ritual tersebut...
Kukatakan hal yang sama kepada Tuhan seperti di kala itu...
Masih hening...
Hingga akhirnya, kuselesaikan ibadahku dan pergi keluar...

Kubuka pintu, lalu ku menoleh ke arah mimbar dan kukatakan "Terima kasih telah mendengarkanku, Tuhan..."
Kupalingkan wajahku menatap ke arah padang rumput
Dan wajah itu!
Seakan aku pernah bertemu dengannya di lain kehidupan...

Seorang wanita dengan wajah menawan...
Hidungnya yang indah
Bibirnya yang merah merona
Dan jarinya yang lentik...
Ia tertutup oleh jubah kemuliaan...
Tingginya sama seperti aku...
Dengan suaranya yang lembut menggoda
Seakan-akan telah lama menjadi bagian dari suaraku...

"Oh, hai..." sapa ku kaku...
Hening...
"Um, maaf, kau siapa?" Kukatakan hal itu dengan terbata-bata...
"Aku hanya sedang ingin berjalan-jalan saja sebelum akhirnya ingin beristirahat di dalam tempat kamu muncul di hadapanku..." Jawabnya halus...
"Oh ya? Oh, baiklah... Aku pun sudah selesai disini, selamat beristirahat."
"Tunggu dulu, kamu tampak lelah... Aku membawa sedikit bekal jika kau mau..."
Dan dia pun segera mengeluarkan bekalnya sebelum aku sempat menjawab...
"Makanlah ini." Ungkapnya seraya menyodorkan sepotong roti kepadaku...
"Aku sengaja membuatnya hari ini untuk kuberikan kepada seseorang yang mungkin penting bagiku. Sudah cukup lama aku melakukan ini namun mungkin aku belum menemukannya.. Makanlah." Ungkapnya riang..
"Oh ya? Um, baiklah.. Terima kasih banyak atas kebaikanmu." Balasku pelan..

Seusai makan, ia berkata
"Ia adalah sepuluh yang terbentuk dari dua angka. Jum'at adalah waktu kau menghadap Tuhan dan berkata bahwa kau tak sanggup untuk menemui dunia."
Aku terdiam... Dan aku coba melanjutkan kata-kata itu...
"Setelah sebelas kali kau mencoba untuk menolak ketetapan itu, akhirnya hatimu luluh. Sepuluh yang terbentuk dari dua angka kembali hadir di pangkuanmu. Dan pada hari ke sembilan puluh tiga, kau memasuki tubuh fana ini."

Ia tersenyum...
Aku bertanya-tanya di dalam hati...
"apakah aku salah?"

Ia menarik nafas perlahan dan berkata...
"Mulai saat ini, aku akan menjadi saudaramu..."
Dan senyumannya saat itu benar-benar membuatku tersipu malu...