Wednesday 22 May 2013

Mimpi, manusia dan jiwa


Aku berjalan di sekitar reruntuhan bangunan kuno yang menjadi tempat persinggahan para pengembara.
Di suatu sudut bangunan itu, tepat di bawah sinar mentari yang melirik masuk menerangi, seorang anak muda duduk terdiam.
Tatapannya kosong, menatap kegelapan yang mengelilinginya.

Sejenak, aku memperhatikan dirinya dari kejauhan.
Ianya bukanlah seseorang yang buruk rupa, garis wajahnya menampakkan bahwa ia bukanlah seseorang yang biasa-biasa saja dan matanya menatap tajam walaupun aku tidak mengetahu apa yang sebenarnya ia lihat di hadapannya yang gelap gulita itu.

Aku pun menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
Berusaha mencari-mencari, siluet apakah yang ia lihat dibalik kegelapan yang ada di hadapan kami berdua.
"Wah, gelap sekali ya di sekeliling kita ini." Ucapku mengawali pembicaraan.
Namun pemuda tersebut tetap saja menatap ke depan, hampa.

Semakin menjadi-jadi lah rasa penasaranku ini.
Kupicingkan mataku untuk semakin memperkuat daya akomodasi mataku, berharap ada sesuatu yang dapat kulihat dan mungkin saja terlewat.

"Hai anak muda, bolehkah aku bertanya? Aku sedikit tidak mengerti dengan apa yang kulihat ini..." Ucapku untuk menarik perhatiannya.
"Hai orang tua, apakah aku masih hidup?" Ucapnya dengan suara yang lirih...
Aku pun menjawab "Eh, ya! Tentu saja!"

Lalu ia pun membalas "Apa buktinya?"
Aku pun menjawab "Buktinya, engkau dapat melihatku sekarang bukan? Coba letakkan tanganmu di dada sebelah kirimu, jantungmu masih berdetak bukan? Coba kau rasakan dengan tanganmu tempat kita duduk ini, masih dapat kau rasakan kasarnya tempat kita bepijak ini bukan? Kau pun masih dapat mendengarku, melihatku dan juga coba letakkan ujung jarimu di ujung hidungmu, kau masih bernafas! Itu tanda bahwa engkau hidup anak muda.." Jawabku, walaupun aku sedikit tidak yakin dengan jawaban itu.

Suasana pun hening, dan aku melihat bayangan-bayangan halus mendekati tempat sinar mentari menyinari kami.
"Tidak, aku sudah mati, sudah lama sekali aku meninggalkan dunia ini.." Jawabnya dengan suara yang parau..
Aku pun diam sejenak, memperhatikannya dan menunggu kata apa lagi yang akan keluar dari mulutnya.

"Aku hampir menyentuh umur 20 tahun. Namun aku sudah mati lebih dari 5 tahun yang lalu. Kala itu, aku percaya dan mempercayai mimpiku untuk menjadi seorang tabib dan membantu semua orang dengan tanganku. Aku mempercayai itu dan kedua malaikat yang hadir sejak aku tiba di dunia ini pun kala itu mendukung keinginanku. Melihat kemampuanku kala itu, rasanya tidak mungkin aku tidak bisa mewujudkan mimpiku itu."

"Hingga suatu hari, musibah itu tiba. Aku dikalahkan oleh mereka yang teguh memegang mimpinya. Kala itu, mimpiku hancur tak bersisa.. 'Bagaimana mungkin... Apa yang aku persiapkan selama ini menjadi tidak berarti sama sekali...' ucapku kala itu. Hingga akhirnya, aku pun tidak lagi memiliki tujuan hidup dan aku mungkin menginginkan tanah sebagai alasku untuk beristirahat."

"Tiba-tiba saja, kedua malaikat itu menghampiriku dan berkata 'Kami sudah menawarkan dirimu untuk mengembangkan kemampuanmu di tempat itu dan setelah dirimu selesai disana, akan ada pekerjaan besar menantimu dan dengan bayaran yang besar pula'".

"Secercah mimpi tiba-tiba hadir di hadapanku. Bukan mimpi kedua malaikat ku itu, namun mimpi yang jauh lebih tinggi dari yang pernah ku bayangkan. Aku bermimpi untuk menjadi orang-orang terpilih yang memberikan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat... Aku bermimpi untuk menjadi seorang saudagar! Seorang saudagar, yang melalui tangannyalah kelangsungan hidup banyak orang akan ia penuhi dengan perjanjian maupun diluar perjanjian!"

"Namun memang, untuk menjadi saudagar bukanlah sebuah hal yang mudah dan memang sangat besar ujian dan resiko yang akan kuhadapi nantinya."

Aku terdiam dan terus memperhatikannya berbicara..

"Namun, kedua malaikat penjagaku menolak mimpiku. Mereka menginginkan kebaikan untukku, bukan kesengsaraan. Namun mereka tidak setuju dengan mimpiku dan mereka terus memaksaku untuk mengembangkan kemampuanku. Tapi tidak! Bukan kemampuanku yang menjadi fokus mereka! Hanya selembar kertas yang akan menyatakan apakah aku sudah berkembang atau tidak!" Ucapnya dengan suara yang semakin parau dan mata yang berkaca-kaca..

"Dan akhirnya, atas nama ketundukkan dan kepatuhan, aku mengikuti apa kata kedua malaikat penjagaku.. Hari demi hari berlalu, dan aku semakin tidak kerasan berada di tempat itu.. Aku meminta untuk beristirahat sejenak dan ingin melanjutkan mimpiku, namun apa jawaban mereka? Mereka hanya ingin melihat selembar kertas itu daripada kehidupanku! Dan kau tahu, sejak saat itulah aku mati... Tubuhku hidup, ia bernafas namun jiwanya mati..."

Entah apa yang harus kukatakan, namun cerita dari dirinya membuatku tersentak dan bersyukur karena aku dapat memilih jalan hidupku sebagai pengembara.

Disaat sinar mentari mulai meninggalkan kami, kulihat tubuh yang tegap dan gagah itu terbaring lemah dengan wajah tersenyum namun matanya merengut. Tubuhnya mengikuti kemana jiwanya pergi setelah sekian waktu tidak berjumpa...

Oh dunia... Oh mimpi... Oh kehidupan...
Mungkin kepekaan itu adalah segalanya.
Terhadap pesan-pesan halus yang tak mungkin disampaikan dengan kata-kata ataupun yang mampu ditangkap dengan indra manusia.
Semoga wajahku tersenyum dikala kita berjumpa.
Akupun memantaskan diri dan menghitung hari...
Semoga tanah terbaik untuk tubuhku yang usang ditelan zaman.
Aku telah lama beristirahat di suatu negeri yang indah alamnya. Aku sudah tinggal di negeri itu sudah hampir 1 tahun lamanya. Aku sudah cukup mengenal penduduknya. Ya, itu karena ketika aku bertemu dengan mereka, aku menyapanya. Seperti itulah hari-hariku dilalui. Hingga akhirnya, aku tertarik terhadap seorang wanita.

Aku tidak tahu bagaimana Bumi menebarkan serbuk cintanya kepadaku. Yang kutahu, apa yang kulihat tentangnya adalah hal yang baik.Namun, ada satu hal yang kulupakan. Aku melupakan bumi tempat ku berpijak. Dan aku melupakan bahwa itu aku yang memulai dan bukan dari dia.

Waktu berjalan dan akhirnya terasa, bahwa ternyata aku telah mati. Aku telah mati dari sejak aku tiba di negeri ini. Cinta yang kurasa mungkin hanya sebuah halusinasi. Hati yang telah kurawat mungkin hanyalah isapan jempol belaka.

Kini, aku ingin pergi. Hanya ingin pergi dari tempat ini. Tempat yang membuatku mati walau aku masih memiliki denyut nadi. Tempat yang membuatku mati walau aku masih memiliki hati.

Aku yakin aku masih hidup di dunia ini. Walaupun kini keberadaanku pun aku pertanyakan... Apakah aku ini hidup?

Aku pun mempersiapkan lagi perjalananku untuk menjauh dari tempat yang telah membunuhku. "Ah..Satu bulan lagi.." ucapku sambil menatap langit malam yang tersenyum kepadaku. Dan bisikan datang kepadaku bahwa akan ada tamu yang segera menghampiriku. Dan entah mengapa, aku hanya tersenyum walaupun aku tidak yakin siapakah tamu tersebut.

Aku hanya berharap dapat tertidur selamanya di dalam balutan tanah suci ketika aku tidak lagi dibutuhkan di dunia ini oleh Tuhanku.