Tuesday 30 April 2013

Aku melintasi suatu negeri yang dikelilingi oleh Peri-Peri Kasih Sayang. Tampak banyak sekali pasangan insan pria dan wanita saling memegang erat tangan satu sama lain maupun saling melempar canda. Namun mataku tertuju pada sepasang kekasih muda yang duduk di dekat sebuah masjid tua di bawah pohon maple. Sang wanita tampak anggun layaknya Tsarina dengan mata yang tajam namun meneduhkan dan lekuk pipi yang tebal dan menggemaskan di balik balutan kain pelindung kepala dan sebagian tubuhnya duduk dengan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah sang pria. Sedangkan pria tersebut bermata coklat tua yang terbuka sebagian-terlihat seperti pemalas dengan alis cukup tebal serta garis wajah yang kaku dengan gaya khas negeri padang pasir.

Mereka berdua terlihat berbincang-bincang ringan, saling tersenyum, tertawa dan bertatapan mata satu sama lain. Ah, masa muda. Aku sedikit teringat masa mudaku.

Lalu aku mendengar, sang pria berkata "Sebelum hari ini memisahkan kita dan Bumi menjauhkan kita berdua, aku berniat untuk menikahimu 2 tahun dari sekarang. Maka dari itu, tunggulah aku disana, karena dirimu yang aku tuju. Jikalau aku tidak dapat menemukanmu, aku akan mencarimu. Aku hanya akan berhenti mencarimu ketika aku mendapatkan kabar buruk darimu. Hanya langsung dari dirimu..."

Saat itu, aku melihat wanita tersebut hanya tersenyum malu dengan rona merah mengembang di wajahnya. Dan mereka pun saling menatap gerbang hati masing-masing dan tersenyum.


"Ah, seandainya aku seberani dan sekuat pria muda tersebut..." Ujarku seraya kembali melanjutkan perjalanan mengingat hari semakin gelap.


Beberapa waktu kemudian...

Aku kembali menuju negeri dimana bunga-bunga cinta bermekaran dan bertebaran... Hampir dua tahun sudah lamanya aku meninggalkan negeri ini, berharap, aku dapat melihat masa-masa bahagia dari pasangan kekasih muda yang kulihat dulu. Belum sampai memasuki negeri tersebut, di samping Gerbang Suka-Duka, aku melihat sesosok pria yang sepertinya aku pernah melihatnya, duduk terdiam di depan pintu Gerbang Duka. Matanya sendu, tatapannya kosong menatap tanah.

Perlahan ku dekati dirinya dan kusapa, "Hai anak muda, sedang apa kau disini? Duduk terdiam di hadapan sebuah negeri dimana kasih sayang adalah benih kehidupan dan cinta adalah energi penggeraknya."

Pria muda itu pun berkata "Apakah engkau Rurouni yang waktu itu kulihat 2 tahun yang lalu?"

"Ya, benar. Maka dari itu, aku memberanikan diri untuk menanyakan kabarmu."

Lalu ia menceritakan kejadian 2 tahun yang lalu itu yang sebenarnya sudah kuketahui sebelumnya. Setelah itu, matanya mulai berkaca-kaca.

"Satu tahun yang lalu, hubungan kami berdua masih sangat baik sekali. Kami saling berkomunikasi, bertemu dan bertukar pikiran. Namun setelah itu, keadaan berubah. Komunikasi kami terputus. Ku pikir, wajar karena kesibukan dia maka aku harus merelakan kerinduanku untuk kutahan. Sebulan, dua bulan, tiga bulan. Setiap kukirim surat, dia sudah tidak lagi membalas. Walau bagaimanapun, aku tetap yakin bahwa itu mungkin kesibukan dia dan semoga saja demi kebaikan dia."

"Sampai akhirnya, beberapa hari yang lalu, aku beranikan diriku untuk meminta izin untuk menemuinya dengan harapan untuk bisa memastikan keadaannya dan juga ketetapan hatinya. Namun, apa yang kuterima? Perkataan kasar dan merendahkan... Ketika kutanyakan 'Bagaimana perasaanmu terhadapku sekarang?', dirinya mengatakan dengan angkuhnya 'Kita ini BERBEDA. Sadar ga sih? Ubahlah cara pandangmu. Jika memang kita berjodoh, pasti nanti akan bertemu. Jika tidak, yasudah. Apa sulitnya merubah cara berfikir!? Aku hanya ingin memikirkan hal ini, nanti ketika aku sudah mencapai keinginanku'."

"Dan beginilah aku saat ini Rurouni... Apakah aku terlihat seperti seseorang yang tidak serius? Atau mungkin apakah aku melakukan sebuah kesalahan yang besar? Aku tidak dapat melihat dimana letak kesalahanku... Aku sangat mencintainya, apakah aku salah dalam mencintainya?"

Sejenak, aku terdiam dan menarik nafas panjang....

"Anakku... Bersyukurlah kepada Tuhanmu, karena ia menyingkap tabir yang selama ini ada di antara kalian berdua. Sejatinya cinta adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh dua belah pihak yang saling mencintai. Saling memberi dan saling menghargai, Keseimbangan diantara keduanya lah yang membuat cinta bertahan hingga menjadi kenangan sejarah. Lantas, apakah cinta di antara kalian berdua sudah seperti itu? Aku hanya dapat berkata, menangislah jika kau rasa tidak ada lagi cara yang dapat kau lakukan untuk menyalurkan kesedihanmu, namun, segeralah bangkit, karena dirimu sekarang jauh lebih pantas bagi wanita yang jauh lebih baik daripada wanita yang engkau cintai sebelumnya..."

Pemuda itu pun terdiam dan menatap langit biru yang bertabur awan putih. Aku menarik nafas panjang dan menepuk pundaknya seraya berkata "Aku ingin melihatmu di puncak dunia. Engkau lelaki yang baik. Engkau bisa menghargai sesuatu bahkan disaat wanita yang engkau cintai pun tidak menghargainya. Kasih sayangmu, berikanlah kepada wanita yang dapat menghargainya. Bukan kepada wanita yang hanya mengejar egonya semata."

Dan aku pun pergi lagi, melanjutkan perjalananku...

ATEIS

Aku melihat manusia berjalan di atas Bumi ini setiap harinya.
Namun hari ini, aku melihat sesuatu yang baru saja aku sadari.
Aku melihat sekumpulan ilmuwan muda duduk melingkari sang Guru di tengah padang rumput yang hijau dan di bawah sebuah pohon yang besar di siang hari yang sejuk itu.

Terlihat dari jauh, beberapa orang datang tergesa-gesa karena yang mereka harapkan telah dimulai.

Setelah mereka semua terduduk dengan teratur, sang Guru pun berkata "Dengarkan baik-baik apa yang kuberikan hai murid-muridku karena keberadaanku disini hanyalah sebagai formalitas dari sebuah perjanjian demi kehidupanku."

Salah seorang murid mengangkat tangannya dan berkata "Wahai Guruku, aku belum menjalankan perintah Tuhanku hari ini. Izinkanlah kami yang ada disini untuk menjawab panggilan cinta-Nya..."

"Oh, tidak bisa. Perjanjianku dengan manusia mengharuskanku untuk memberikan kalian tinta ilmu ku beberapa tahun lagi."

"Jadi perjanjian kehidupan Tuan lebih berharga daripada panggilan cinta Tuhan kami?"

"Tidak, tolong pahami karena ini perjanjian kehidupan saya."

Dan terlihat dari jauh, beberapa orang murid meninggalkan pohon tersebut seraya berkata "Guru ku menuhankan MANUSIA! Bagaimana mungkin aku berilmu dari seseorang yang manuhankan MANUSIA?"

Dan aku pun teringat akan sebuah pepatah tua...
{Para ilmuwan berjibaku mendaki gunung ilmu pengetahuan selama ribuan tahun demi mencapai puncaknya untuk menemukan hakikat Tuhan. Namun yang mereka temui hanyalah para filsuf yang terdiam selama ribuan tahun pula demi memecahkan hakikat Tuhan di dunia}

Ah... Benar sekali pepatah tua tersebut...
Tuhan memang mempunyai berbagai macam bentuk...

Dan begitulah awalnya aku menjadi seorang ATEIS.

Tuesday 2 April 2013


When you lose your soul...
The world seems got disturbed by your way...
You feel everything is just a gift...
And someday, the owner will ask it back to him...

When you feel distracted...
You just see this life just like a travel...
And you are the wanderer in the middle of the dessert...
Feel thirsty so much that you couldn't find any oasis near you...

When your spirit gone...
It feels like you were watching the cloud that gone so fast by the wind blow...
Is there any kind of purpose from this life?
Or we just wandering around this nasty world and then die and done?

Oh my Lord...
I'm trying to understand what is this life means...
I'm trying not to cry when it feels hurt to lose but I can't feel loss...
Is this what misery means to be?

Time goes on without any compromise...
And here I lie near the river of despair...
Far, far away from those who thinks that they are the truth...
And countdown to the death, faster than before...

Sayonara my life...
Sayonara my friends...
Sayonara my family...
And nice to see you, my Lord...

Monday 1 April 2013

Apakah ini mimpi? -.-
Kau datang dan sama seperti dulu..
Masih kah kau menyimpannya?
Memiliki hal yang pernah kutinggalkan
Perasaan? -.-
Yang benar saja, jangan bercanda ._.
Sama saja denganku..
Dengan siapa?
Aku?

Maaf ya..
Kan sudah kubilang berkali-kali...
Aku tidak bercanda, serius -.-

Aku memang serius, siapa pula yang bercanda -.-
Hanya saja, memang terdengar bercanda -.-
Selalu saja seperti itu..
Merasa ga?
Ya? Apa?
Bersalah ._.

Karena apa bodoh? -.-
Selama ini aku selalu mengacau ._.
Ini pasti terlihat aneh kan?
Aku berbicara apa adanya seperti ini..
Merasa aneh ya?
Kau tidak apa-apa? Atau malah tidak mendengarkan ya? -.-
Terlalu.. -.-
Jauh sekali pikiranmu nak! -.-

Tapi, bukankah itu kenyataannya?
Aku dan dirimu itu seperti berada di dua tempat yang bertolak belakang..
Benar-benar tidak dapat dipercaya...
Mencintaimu? Ah tidaak, aku mengatakannya -.-


Di penghujung malam pada Bulan April di tahun perubahan. Seorang gadis tanggung hampir kepala dua dengan alis yang tebal dan mata yang indah hanya bisa duduk dan termenung di bawah bayang-bayang sinar rembulan. Iya melayangkan jarinya ke langit malam yang gelap, hampir tiada bintang yang terlihat. Pun Bulan seakan bersembunyi untuk tidak ditemukan olehnya.

Sepertinya aku belum pernah melihat dia sebelumnya. Dan dari jauh, aku putuskan untuk menunggu dan memperhatikannya. Entahlah, seperti ada magnet besar di dalam dirinya hingga akhirnya aku duduk di dekat sebuah pohon dan mulai mengeluarkan kanvasku.

Sesekali, aku melihat gerak-gerik gadis tersebut, dan selanjutnya aku meneruskan lukisanku. Hingga akhirnya, perlahan, terlihat raut wajahnya yang berubah menahan kesedihan dan kegelisahan jiwanya..

Dengan tenang ia berkata

"Wahai malam yang agung dengan jubah kegelapanmu yang bermandikan cahaya bulan dan bintang, apakah benar bahwa engkau mengajarkan kepada anak manusia tentang arti kesendirian? Ataukah justru engkau mengajarkan tentang arti menghargai dan melengkapi?

Wahai untaian cahaya yang datang dari tempat tak bertuan, apakah benar bahwa engkau mengajarkan kepada anak menusia tentang sebuah perpecahan? Ataukah justru engkau mengajarkan tentang arti dari kebersamaan walau terpaut jarak yang nisbi?"

Kata-kata yang indah, namun sayang ia tenggelam di dalam kesunyian malam...


Akhirnya, aku pun menyelesaikan lukisanku. Entah bagaimana, langit di dalam goresan kali ini terlihat lebih sendu daripada yang sebenarnya terjadi. Seakan melukiskan pertanyaan yang menjadi tanda tanya besar gadis tersebut.

Akhirnya aku pun merapihkan kembali peralatanku dan bersiap untuk kembali menuju tempat peristirahatnku. Tepat disaat aku berdiri, rembulan bersinar sangat terang dan kulihat gadis tersebut, berdiri dari tempat dimana ia duduk dan kulihat mata yang tegar dengan sedikit sisa air mata dan rambut panjang yang tersibak perlahan dengan angin malam yang dingin menusuk tulang. Sedikit senyuman tersirat di bibirnya dan kupikir, ia telah berhasil menemukan jawabannya.

Aku pun melangkah pulang berlawanan arah dengan gadis tersebut, namun kami saling melewati satu sama lain pada satu titik. Di saat itu, aku bergumam pelan "Aku menyimpan pertanyaanmu". Dan dirinya pun hanya tersenyum pelan kepadaku seraya terus melangkah pulang.
Permainan monopoli dan bisnis.. Sepintas, kita semua pasti merasakan hal itu sebagai suatu hal yang serupa. Tapi kenyataannya berbeda. Karena kehidupan, tidak ditentukan dengan keberuntungan jumlah dadu yang tidak dapat kita kontrol. Namun akan ada banyak keberuntungan yang dapat kita atur dengan sendirinya.