Friday 15 June 2012

Prostitusi = Konsumsi kaum urban?

Review diskusi "panas" kali ini dalam event "Giringaji".

Oke, tema yang dibahas tadi sebenanrnya adalah "Prostitusi = Konsumsi kaum urban?".

Apa itu prostitusi?
Segala bentuk hubungan kelamin yang disetai bayaran yang baik (uang).
Apa itu kaum urban?
Segala bentuk penduduk yang pindah ke kota dengan tujuan mengadu nasib dengan kemampuan yang minim.

Ini sebenarnya diskusi yang sangat baik sekali menurut saya, terutama yang menjadi dilema di dalamnya adalah ketika prostitusi ini perlu diLEGALkan atau tidak dengan patokan :
1. Dilegalkan dengan bentuk lokalisasi agar para PSK itu tidak kemana-mana selain di tempat itu dan juga diberikan pelayanan kesehatan juga agar kesehatan disana tetap terjaga dibandingkan keadaan para pekerja tersebut di tempat-tempat seperti di Prumpung atau di Taman Lawang dan lain sebagainya.
2. Tidak dilegalkan walaupun kelakuan seperti ini masih bertebaran di bawah sana.


Well, gue bahas dari pendapat yang muncul yak.

Sebenarnya hal ini bermula dari keadaan dimana para masyarakat di pedesaan yang tertarik untuk hidup di kota dengan segala kemajuan yang telah ditampakkan di dalam sebuah kota tertentu dengan tingkat pembangunan yang jauh lebih baik dari desa masyarakat tersebut.

Lalu dimana letak prostitusi nya?

Well, kebanyakan para kaum urban adalah kaum yang produktif dengan status sebagai pendatang (rumahnya bukan di kota dan mereka ke kota dengan tujuan tertentu tapi tidak menetap di dalam rumah pribadi.) yang berada di dalam usia produktif, yaitu sekitar usia 15-34 tahun. Masalahnya datang dari kaum urban yang telah memiliki keluarga. Karena ketika mereka pergi ke kota besar seperti di Jakarta, kebanyakan mereka datang sendirian tanpa didampingi istri dan keluarga kecil mereka. Dan kaum urban ini (terutama yang sudah menikah) yang telah terbiasa menyalurkan hasrat biologisnya melalui istri atau suaminya, maka mereka akan kehilangan tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis ini. Dan pilihan bagi mereka sebenarnya ada dua, yaitu "puasa" atau dengan "jajan".

Bagi mereka yang memang setia dan paham nilai penting dari sebuah pernikahan, mereka pasti akan memilih untuk puasa. Puasa dengan konteks minimal menahan kelaminnya menyentuh kelamin orang lain yang belum halal bagi dirinya. Dan kalau jajan, pasti paham kan ya? Ya gitu, nyewa PSK.

Oya, PSK sendiri bukan untuk wanita, tapi juga pria ya.

Kalau dari pendapat yang muncul tadi, kebanyakan sebenarnya lebih memilih untuk tidak melegalkan prostitusi dengan alasan, ini aja kaga dilegalin aja udah merajalela, gimana kalo dilegalin? makin kacau deh.

Atau seperti ketika kita berkaca kepada binatang. Toh binatang aja marah pas pasangan mereka direbut oleh binatang lain. Masa manusia kaga ada nuraninya? Padahal manusia punya akal, tapi kelakuannya lebih arah dari binantan kalau memang prostitusi itu dilegalkan.

Atau ketika kita berbicara seakan-akan kita menjadi orang tua. Orang tua mana yang tega membiarkan anak nya menjadi alat bantu kepuasan para hidung belang (baik laki-laki maupun perempuan)?

Atau ketika kita berbicara dari segi kesehatan yang akan berdampak jauh lebih buruk karena berganti-ganti pasangan daripada kepuasan dalam permainan selama 10-30 menit di ranjang tersebut.

Well, gue belum pernah nyobain, tapi kalau dari buku teks tentang anatomi tubuh atau tentang kesehatan reproduksi, secara normalnya manusia memang hanya menghabiskan waktu 10-30 menit untuk ritual tersebut. Yang bisa lebih lama, berarti pintar pemanasannya, hehe

Oke, balik lagi ke topik.

Lalu, ada salah seorang peserta diskusi yang lebih memilih untuk melegalkan prostitusi agar prostitusi itu hanya di tempat tertentu saja dan lebih menunjukkan warna bahwa kita (masyarakat) memang berbeda-beda tapi tetap satu.


Oke, langsung ke pendapat gue, karena kata Bang Advent bebas saja kita menuliskan pendapat kita.

Gue lebih senang mengatakan bahwa mereka yang setuju agar prostitusi itu dilegalkan...um, kurang bisa menempatkan pemikirannya dengan sistem norma yang berlaku.
Mengapa?
Secara tatanan agama, kita sudah diperkenalkan dengan sistem pernikahan. Karena sebenarnya, inti dari pernikahan adalah menghalalkan apa yang sebelumnya haram.

Dan kalau dibahas dari segi negatif dari prostitusi sendiri seandainya dilegalkan, mari kita bahas satu persatu.

- Dari segi kesehatan, ketika seorang PSK sudah terinfeksi oleh penyakit menular seksual, yasudah. Mereka sudah seperti barang rongsokan yang sudah tidak berguna dan buat saya pribadi, mereka sudah lebih baik dihapuskan dari muka bumi saja saking tidak berguna nya dan justru membawa bahaya bagi orang lain yang masih steril dari penyakit menular seksual (PMS). Mau diberikan pelayanan kesehatan kayak gimana lagi coba kalau udah kayak gitu?

- Dari segi moral, ya itu tadi pendapat gue. Mana ada sih orang tua yang benar-benar tega nyuruh anak (perempuan terutama) menjadi alat kepuasan para lelaki hidung belang? Belum lagi kalau ternyata hamil, siapa yang mau tanggung jawab? Apakah ada jaminan bahwa anak itu bebas dari penyakit genetik akibat rahim yang seharusnya suci seakan-akan menjadi tempat sampah sperma dari para lelaki hidung belang?

-Dari segi ekonomi, memang benar bahwa disini para pelakunya lebih mudaj mendapatkan uang, apalagi tanpa perlu embel-embel gelar pendidikan dan lain sebagainya. Tetapi bagaimana dengan masalah biaya pengobatannya kalau sudah sakit? Mana yang jauh lebih besar pengeluarannya?

-Dari segi agama, kita sudah mengenal masalah poligami. Mungkin disini kalau misalnya pekerja itu pria, sistem poligami bisa saja menjadi jalan keluar (dengan persetujuan dari istri pertama juga). Tapi kalau misalnya pekerja ini adalah wanita, tidak ada pilihan lain selain wanita ini pulang ke rumah dan lakukanlah apa yang harusnya dilakukan bagi mereka yang sudah sama-sama halal.

Maaf bahasa nya agak kasar, saya gasuka apa yang salah dibungkus dengan konteks seakan-akan itu sebuah kebenaran.