Friday 13 July 2012


Satu tahun telah berlalu...
Dibalik sajak malam yang pernah kutuliskan
Kini tak ada lagi kata yang dapat tertuang di dalam baris syair

Seorang penyair yang kehabisan kata-kata...
Mungkin itu adalah ekspresi yang tepat untuk menggambarkan keadaanku...
Ia hidup, namun hatinya mati...

Satu tahun telah berlalu...
Pasangan hati dalam setiap kata yang tercipta
Kini hilang di telan waktu...


Kini aku adalah seorang pengembara di balik keramaian tumbuhan
Di dalam perjalanannya yang dahulu hanya seorang diri
Kukatakan pada telaga di tengah kuil Dewa
Berikan aku seorang teman karena aku telah kehilangan segalanya...

Keheningan melanda di seluruh ruangan di dalam kuil tersebut...
Tidak ada perubahan...
Pun tidak ada suara di antaranya..
Bodoh... Aku memiliki Tuhan, tetapi lebih memilih Dewa...

Aku mencari rumah Tuhan di tengah rapatnya hutan tropis...
Kutemukan ia indah menjulang dengan menaranya yang berkilau...
Selaksa oase di tengah gurun...
Ku basuh wajahku dengan air suci...

Dan kulakukan prosesi ritual tersebut...
Kukatakan hal yang sama kepada Tuhan seperti di kala itu...
Masih hening...
Hingga akhirnya, kuselesaikan ibadahku dan pergi keluar...

Kubuka pintu, lalu ku menoleh ke arah mimbar dan kukatakan "Terima kasih telah mendengarkanku, Tuhan..."
Kupalingkan wajahku menatap ke arah padang rumput
Dan wajah itu!
Seakan aku pernah bertemu dengannya di lain kehidupan...

Seorang wanita dengan wajah menawan...
Hidungnya yang indah
Bibirnya yang merah merona
Dan jarinya yang lentik...
Ia tertutup oleh jubah kemuliaan...
Tingginya sama seperti aku...
Dengan suaranya yang lembut menggoda
Seakan-akan telah lama menjadi bagian dari suaraku...

"Oh, hai..." sapa nya kaku...
Hening...
"Um, maaf, kau siapa?" Kukatakan hal itu dengan terbata-bata...
"Aku hanya sedang ingin berjalan-jalan saja sebelum akhirnya ingin beristirahat di dalam tempat kamu muncul di hadapanku..." Jawabnya halus...
"Oh ya? Oh, baiklah... Aku pun sudah selesai disini, selamat beristirahat."
"Tunggu dulu, kamu tampak lelah... Aku membawa sedikit bekal jika kau mau..."
Dan dia pun segera mengeluarkan bekalnya sebelum aku sempat menjawab...
"Makanlah ini." Ungkapnya seraya menyodorkan sepotong roti kepadaku...
"Aku sengaja membuatnya hari ini untuk kuberikan kepada seseorang yang mungkin penting bagiku. Sudah cukup lama aku melakukan ini namun mungkin aku belum menemukannya.. Makanlah." Ungkapnya riang..
"Oh ya? Um, baiklah.. Terima kasih banyak atas kebaikanmu." Balasku pelan..

Seusai makan, ia berkata
"Ia adalah sepuluh yang terbentuk dari dua angka. Jum'at adalah waktu kau menghadap Tuhan dan berkata bahwa kau tak sanggup untuk menemui dunia."
Aku terdiam... Dan aku coba melanjutkan kata-kata itu...
"Setelah sebelas kali kau mencoba untuk menolak ketetapan itu, akhirnya hatimu luluh. Sepuluh yang terbentuk dari dua angka kembali hadir di pangkuanmu. Dan pada hari ke sembilan puluh tiga, kau memasuki tubuh fana ini."

Ia tersenyum...
Aku bertanya-tanya di dalam hati...
"apakah aku salah?"

Ia menarik nafas perlahan dan berkata...
"Mulai saat ini, aku akan menjadi saudaramu..."
Dan senyumannya saat itu benar-benar membuatku tersipu malu...



Hari telah berganti dalam iringan kidung do'a hewan nokturnal...
Kata dengan kata yang dibalas dengan cinta di setiap tatapan
Telah mentautkan dua hati yang saling berdegup dalam setiap getarannya

Hingga akhirnya, aku dan kamu tak ada lagi yang menghalangi
Ketika tujuh cawan emas telah dihidangkan di hadapan kita berdua
Apakah kamu memikirkan hal yang sama?

Hingga kukatakan dalam hati, "Aku mencintaimu..."
Ia hanya terdiam dengan terus menatapku...
Tidak ada keberanian...

Dan dalam diam kuucapkan kata cinta
Untuk segala kerinduan yang selama ini hadir di setiap kekosongan waktu
Untuk segala kekhawatiran yang timbul di setiap kebimbangan waktu
Untuk segala rasa sayang yang tumbuh di setiap perkataan antara kita...

Ya, kukatakan sekali lagi bahwa aku mencintaimu tanpa terkecuali...
Bukan hanya dari diriku...
Namun juga dari dirimu dan ekspresi langit hatimu yang menunjukkannya padaku...
Mari kita tuangkan cinta ini ke dalam mangkuk keabadian dan izinkan aku menuangkannya ke dalam gelas kesetiaanmu...
Izinkan aku ada di setiap harimu, untuk senyummu dan marahmu...
izinkan aku, Kekasihku, Rahasia bagi duniaku...

review tentang UN

Waktu itu di giringaji pernah dibahas tentang penting / perlu ga sih UN itu diadakan?

Kalau dari segi hasil ujung diskusinya, kebanyakan sih ndak sependapat dengan keberadaan UN. Selain karena dinilai masih cacat dalam segi pelaksanaan teknisnya, juga karena ketidakadilan yang terjadi antara pemerintah dengan para tenaga pengajar dalam menentukan kriteria kemampuan anak didikannya.

Menilai dari sudut pandang saya sebagai calon guru, saya menilai UN itu sebagai suatu hal yang sangat tidak baik.
Karena disini, syarat dan standar ketentuan serta kriteria kelulusan itu ditentukan oleh pihak yang di atas sana. Sedangkan mereka tidak pernah terjun langsung ke lapangan untuk mengecek secara langsung tentang hal yang terjadi di bawah.

Dengan keadaan yang memaksa (harus lulus dengan kriteria sekian) serta tanpa adanya penjelasan tentang materi-materi / bagian-bagian mana saja dari semua sistem pelajaran itu yang diambil sebagai bahan UN, hal ini akan sangat memberatkan di siswanya karena mau tidak mau, mereka harus mempelajari seluruh materi ajar selama 3 tahun mereka berada di bangku sekolah baik SD, SMP maupun SMA agar berhasil mencapai titik kelulusan yang memuaskan.

Nah, masalah lainnya muncul dari hal ini, terkadang masyarakat men-generalisasikan keadaan peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Seandainya ada peserta didik yang berhasil mendapatkan nilai yang sangat baik di UN, maka masyarakat akan mengandaikannya kepada anak mereka dengan berkata "Masa si A aja bisa kamu kok ndak bisa? Kan sama-sama makan nasi dll...".

Perlu untuk diketahui bahwa tipe dan gaya belajar tiap anak itu berbeda-beda. Tidak bisa semuanya dipaksakan untuk pintar hanya dari segi akademik saja seperti yang terjadi dari kegiatan UN tersebut.

Bahwa semua anak membawa bakat yang berbeda-beda, bisa saja dari segi akademisnya yang baik, atau mungkin dari segi artistik atau mungkin dari segi olah tubuh nya yang baik. Jarang sekali ada manusia yang bisa memaksimalkan semua potensi yang ada tersebut. Sudah menjadi fitrah dari manusia untuk menonjol di satu bidang yang paling dia gemari dan memang dia berbakat pula disitu dan hanya mengembangkan sedikit untuk hal yang tidak terlalu bisa dia atasi.

Dan balik lagi ke UN, jika melihat dari standar yang memang masih belum terlalu tinggi, tapi jika dibandingkan dengan keadaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan Indonesia yang masih minim, tentu saja hal itu pun akan membuat guru, murid dan orangtuanya akan kalang kabut untuk mencapai tujuan tersebut. Dan akhirnya, cara-cara untuk memenuhi kriteria kelulusan pun ditempuh dengan cara yang tidak halal.


Bagaimanapun jua, keberadaan UN ini masih cacat teknis dan juga masih butuh perehabilitasian sistem pengadaannya. Dan juga harus didukung dengan aparat pelaksana yang disiplin serta taat pada petunjuk pelaksanaan.